Ryobu Shintou : Penggabungan Antara Ajaran Konfusius dengan Shintou di Jepang

Posted: March 29, 2012 in journal
Tags: ,

mohon maaf atas keterlambatan update. dikarenakan banyaknya hal yg harus saya lakukan. hehe..
kali ini saya post hasil Tugas Nihon Shinkou atau religi jepang yang telah diapprove oleh dosen pembimbing saya, Tia sensei.

 

semoga bermanfaat 

 

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Jepang merupakan negara sekuler yang berarti Jepang sangat menghargai kebebasan penduduknya untuk memilih agama yang dikehendaki serta tidak mencampur adukkan antara agama dengan pemerintahan. Dengan demikian, Jepang mengklaim bahwa akan memperlakukan setiap penduduk secara sederajat tanpa menganak emaskan satu agama apapun. Namun perlu dicatat, bahwa sekuler tidak serta merta disebut sebut negara atheis.

Sebagai negara sekuler, di Jepang banyak sekali agama maupun kepercayaan yang berkembang dengan mudah. Dapat dilihat ini adalah pengaruh dari sekulerisme yang ada di Jepang. Sehingga privasi orang terhadap agama maupun kepercayaan yang dianutnya sangat terjaga.

Diketahui pula bahwa shintou merupakan kepercayaan asli Jepang yang telah mengakar dalam sendi sendi budaya masyarakat Jepang. Shintou yang tidak diketahui asal muasalnya, tidak memiliki kitab, nabi dan menyembah banyak tuhan (polyteisme) berkembang mengikuti perubahan zaman di Jepang dapat melakukan koeksis dengan baik dengan perubahan yang terjadi. Salah satu bentuk koeksis dapat di lihat dari berkembangnya ajaran Shintou dan  Buddha atau Shintou  dan Konfusianisme .

Dengan adanya koeksis ini melahirkan aliran yang disebut Ryobu Shintou  yang berarti Dual Shintou, dimana Jepang mengadaptasi hal baik yang cocok dengan mereka kemudian menggabungkannya dengan kepercayaan yang ada di Jepang. Setelah menimbang beberapa hal dan lain hal maka, penulis memutuskan untuk membahas Neo-konfusianisme di Jepang yang merupakan gabungan dari ajaran Shintou dan filsafat Konfusius sebagai bentuk dari koeksi kepercayaan.

1. 2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Ryobu Shintou ?

2. Bagaimana dapat terbentuk Ryoubu Shintou ?

3. Bagaimana bentuk aplikasi dari Ryobu Shintou  dalam kehidupan sehari-hari?

1.3  Metode Penelitian

Menggunakan metode Qualitatif dimana penulis melakukan kajian daftar pustaka sebagai sumber utama dari makalah ini. Hal ini dikarenakan penulis tak bisa pergi ke Jepang untuk meneliti lebih jauh mengenai sikap keseharian penduduk Jepang mengenai aplikasi aliran ini.

1.4 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui perkembangan Ryobu Shintou

2. Mengetahui bentuk aplikasi dari Ryobu Shintou  (Neo-konfusianisme)

3. Memenuhi tugas UAS Nihon Shinkou  semester gasal 2011/2012.

1. 5 Manfaat Penulisan

1. Menambah pengetahuan tentang Jepang

2. Mengetahui kondisi masyarakat Jepang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bab 2

Antara Shintou dan Konfusius

 

2.1 Awal terjadinya koeksis di Jepang

Konfusianisme masuk ke Jepang pada awal abad ke 6 M ketika Pangeran Shotoku mengirim wakil-wakilnya untuk belajar di Cina. Ketika kembali ke Jepang mereka membawa banyak buku ilmu pengetahuan termasuk buku mengenai Konfusianisme. Awalnya hanya dipelajari oleh kalangan istana saja kemudian menyebar setelah kalangan istana menerapkan ajarannya dalam kegiatan sehari-hari.

Di Jepang Konfusianisme memiliki banyak cabang ilmu misalnya Jugaku (pembelajaran keilmuan), Jukyou (pengajaran keilmuan), Seigaku ( pembelajaran kebijaksanaan), Seirigaku (pembelajaran manusia dan prinsip) dan masih banyak lagi. Dalam cabang-cabang tersebut Konfusianisme memiliki pengaruh besar  dalam perkembangannya. Meski demikian Jepang tidak mengambil seluruh ajarannya namun hanya mengambil sisi posistifnya saja.

Dalam perkembangan lebih lanjut, Konfusianisme berkembang pesat dan mulai terjadi koeksis antara Shintou dan Konfusiansime. Hal ini dikarenakan Pangeran Shotoku yang berusaha menyeimbangkan 3 kepercayaan di Jepang pada waktu itu (556M). Dalam buku The Japanese Mind Pangeran Shotoku mengungkapkan :

Shintou adalah batang utamanya, Buddha sebagai cabang atau ranting, sedangkan Konfusianisme merupakan daunnya.

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Jepang mengadaptasi ajaran lain, namun tetap tak meninggalkan Shintou sebagai fondasi dasar dari kehidupan. Hal ini pulalah yang menyebabkan munculnya budaya Iitokodori dalam kehidupan masyarakat Jepang.  Iitokodori berarti mengambil yang positif budaya asing yang posistif kemudian mengadaptasikannya dengan budaya asli dalam ini Shintou.

Inilah awal dari munculnya aliran kepercayaan Ryobu Shintou atau yang lebih dikenal Dualisme Shintou.

Perkembangan pesat dari Ryobu Shintou ini dapat dilihat ketika era Tokugawa (1603 – 1867). Tokugawa mengadaptasi Konfusianisme dengan mengambil nilai-nilai utama yang bermanfaat bagi pengelolaan sistem ke-shogun-an yang dipimpinnya. Ditambah lagi tokoh pendukung Konfusianisme Hayashi Razan ( 1542 – 1616) menjadi penasehat utama dalam urusan pemerintah. Dia juga mempelajari Shintou sebagai fondasi dasar dan kemudian menggabungkan ajaran Shintou  dengan Konfusianisme yang sekarang lebih dikenal sebagai Neo-konfusianisme.

Hayashi Razan juga mengemukakan ide mengenai sistem Ri (prinsip atau pola) dan Ki (energi perubahan). Hal ini yang menyebabkan kesadaran kommunal dibangun dalam ajaran Shintou. Dikatakan bahwa, Ri merupakan manusia yang tinggal dalam suatu komunitas masyarakat. Dalam cakupan Ri terdapat norma yang mengatur semuanya. Sedangkan Ki merupakan semacam energi yang dapat berubah-ubah setiap saat, sangat dinamis dan itu adalah energi yang terdapat di seluruh alam maupun tubuh manusia. dapat dikatakan pula 2 prinsip ini merupakan lawan dari ajaran Buddha yang mengatakan “Kosong adalah isi, isi adalah kosong”.  

Selain HayashiRazan terdapat tokoh lain yang juga mengamini penggabungan antara Shintou dengan Konfusianisme yaitu Yamasaki Ansai. Dia juga pernah menjadi biksu Buddha namun karena suatu hal dia menjadi pendukung Neo-konfusianisme sebagai fondasi dasar aliran yang dia bentuk kelak (Suika Shintou). Aliran yang dia buat ini merupakan salah satu cabang dari Ryobu Shintou.

Doktrin yang disebarkan oleh Yamasaki Ansai (1618 – 1682)

devotion within, righteousness without”

Maksud dari kalimat ini :

Kesetiaan      : kesetiaan terhadap Kami dalam ajaran Shintou

Kebajikan      : tingkah laku yang baik dan benar dalam masyarakat sesuai ajaran Konfusius.

Jadi bila disimpulkan “kesetiaan terhadap ajaran Shintou  dapat membawa kebajikan yang sesuai dengan norma masyarakat” (norma yang dimaksud adalah norma dan nilai yang dibawa oleh Konsufianisme). Kemudian dia juga menyatakan bahwa “Pada akhirnya setiap manusia harus memiliki keyakinan dalam hidup” (keyakinan ini dapat diartikan sebagai agama, kepercayaan dan yang dia maksud adalah Shintou dan Konfusianisme yang seimbang).

2. 2 Nilai yang diadaptasi dari Konfusianisme

Dalam Konfusianisme yang berkembang di Jepang, tidak semua nilai Konfusianisme Cina diambil  sebagai fondasi dari Konfusianisme Jepang. Hanya hal-hal positif kemudian disesuaikan dengan nilai tradisi Jepang. Berikut merupakan nilai yang diambil oleh orang Jepang kemudian diadaptasi sedemikian rupa agar sesuai dengan ajaran Shintou

1. Dasar dari pemikiran rasional

Menekankan pada alasan objektive sebagai dari pengambilan keputusan, melakukan pembelajaran dan lainnya. Selain itu juga menekankan investigasi dari suatu hal atau benda sebelum memutuskan sesuatu. Sebagai kontra dari ajaran mistis maka dipelajari pula hukum alam (Pengetahuan Alam) dan hukum sosial (Pengetahuan Sosial).

2. Esensi dari manusia (menuju ke pemikiran Humanis Jepang)

Menekankan hubungan antara manusia dan manusia. Dimana merupakan dasar dari sistem Ie dan kasta dalam struktur kehidupan masyarakat Jepang. Selain itu juga mempelajarai mengenai 5 hubungan penting dalam Konfusianisme.

3.  Melihat sejarah

Hal ini dimaksudkan agar selalu melihat sejarah yang terjadi di Jepang demi mencapai Jepang yang lebih baik dibanding sebelumnya. Hal ini memungkinkan Jepang untuk belajar dari masa lalu dan terus mengembangkan diri dengan positif.

4. Ethnosentrisme

Di jepang yang dimaksud ethnosentrisme adalah kesetiaan pada Kaisar sebagai perwakilan nyata Kami di dunia fana. Hal ini meneybabkan terjadinya politik Sakoku (isolasi) selama berabad-abad dan diduga sebagai pembelokan doktrin HakkoIchiu.

 

 

 

 

 

 

 

Bab 3

Hasil dari hubungan koeksis Shintou dan Konfusianisme

 

Banyak sekali pengaruh ajaran ini dalam hal kebudayaan maupun tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat Jepang. Dalam praktiknya ajaran kegamaan membawa pengaruh penting dalam setiap matsuri, sistem sosial, tatanan norma, hingga kebiasaan tertentu yang tak diketahui bagaimana asal muasalnya. Ketika ajaran itu sudah  tercampur baur dalam kondisi yang sedemikian rupa maka hampir bisa dikatakan bahwa ajaran itu telah berubah fungsi sebagai tradisi atau falsafah hidup. Hal ini berlaku pula dalam koeksistensi Shintou dan Konfusianisme.

Berikut merupakan sebagian budaya yang terbentuk dari ajaran Ryobu shintou :

1. Sistem Ie

Sistem ini merupakan sistem yang mengatur hubungan kekerabatan dalam suatu keluarga. Namun di era modern seperti sekarang sistem Ie  susah sekali diaplikasikan karena terkena imbas modernisme. Selain itu sistem ini dihapuskan sejak terjadinya restorasi Meiji.

 

 

2. Honne tatemae

Sikap ini berarti dapat menempatkan diri di segala situasi. Orang Jepang memiliki kecenderungan untuk bersikap kommunal ketika berada dalam masyarakat asing. Namun ketika sudah menghadapi lingkup yang akrab maka muncullah karakter aslinya.

3. Amakudari

Sistem senpai-kohai ini merupakan sistem senior dan junior. Hal ini berlaku dimanapun, misalnya saja sekolah, lingkungan kerja, komunitas, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa yang lebih senior itu dihormati dan harus memberi panutan yang baik bagi junior.

4. Iitokodori

Sistem ini merupakan cara Jepang mengadaptasi budaya luar dimana setelah diadaptasi mereka akan berusaha melebihi yang asli.

Hal-hal diatas merupakan contoh produk budaya dari Ryobu Shintou. masih banyak hal lain yang terkena pengaruh dari ajaran ini.

Sebenarnya bentuk dari ajaran ini juga masih memiliki bermacam cabang yang berupa sekte kecil. Namun secara garis besar yang membentuk Ryoubu Shintou adalah seperti yang dijelaskan diawal.

 

 

Bab 4

Penutup

 

Kesimpulan

Akar budaya orang Jepang dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya agama atau kepercayaan. Dalam kepercayaan yang dianut orang Jepang berasal dari berbagai pengaruh yang telah diadaptasi. Shintou dengan Konfusianisme hanya salah satu contoh dari bentuk adaptasi koeksistensi yang ada di Jepang. Karena Jepang sendiri membebaskan penduduknya untuk memilih kepercayaannya masing-masing. Bukan berarti Jepang merupakan negara Atheis tapi Jepang melindungi hak manusia untuk memilih kepercayaannya.

 

 

 

 

 

 

 

 Daftar Pustaka

 

e-book

20785142-Shinto-Religions-of-the-World-Series.pdf diakses tanggal 06/01/2012

William,George. Religion of the world : Shintou. New York : The Chelsea House Publisher, 2005.

Breen,John. A New History of Shinto. Oxford: Blackwell Publishing, 2010. Second press

 

Web :

KASULIS, THOMAS P. (1998). Japanese philosophy. In E. Craig (Ed.), Routledge Encyclopedia of Philosophy. London: Routledge. Retrieved January 02, 2012, from http://www.rep.routledge.com/article/G100 diakses tanggal 4 januari 2012

http://plato.stanford.edu/entries/japanese-confucian/ diakses tanggal 5 januari 2012

Buku

Bellah, Robert. Tokugawa Religion: The Cultural Roots of Modern Japan. New York: The Free Press, 1985

Moore, Charles A. The Japanese Mind: Essentials of Japanese Philosophy and Culture. Honolulu: University of Hawai’i Press, 1967.

Comments
  1. Maaf, penulisnya namanya siapa ya? fast reply dong. ini mau saya jadikan laporan baca…

    Like

  2. edizal says:

    Dalam salah satu kamus tertulis tentang amakudari: 天下りの慣行 the long-held practice of sending retired high-ranking bureaucrats into top management of the semi-governmental corporations or private companies which are under the strong influence of government offices.

    Kalau yang dimaksud ini, ada baiknya makna “amakudari” tersebut perlu diluruskan.

    Like

    • haruki anzai says:

      Terima kasih atas informasinya. Untuk semua istilah budaya Jepang yang saya gunakan mengacu pada buku The Japanese Mind, sehingga saya tidak mengecek arti lainnya di Kokugo Jiten atau semacamnya. Silakan membaca buku The Japanese Mind untuk informasi lebih lanjut.
      Terima kasih.

      Like

Leave a comment